Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau, Dato' Sri Setia Utama Abdul Razak dalam konferensi pers di Kantor LAM Kepri, Tanjungpinang, Sabtu (9/9/2023). F:Sijoritoday.com/ Immanuel Patar Mangaraja Aruan

TANJUNGPINANG,SIJORITODAY.com – Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepulauan Riau meminta BP Batam membatalkan rencana relokasi warga Pulau Rempang.

Ketua LAM Kepri, Dato’ Sri Setia Utama Abdul Razak juga meminta agar polisi membebaskan warga Rempang yang ditahan karena aksi unjuk rasa pada Kamis (7/9/2023) lalu.

“LAM mengutuk keras tindakan refresentatif, intimidasi, dan kekerasan yang dilakukan tim gabungan, terhadap masyarakat Rempang dan Galang,” katanya, Sabtu (9/9/2023).

Razak menegaskan, LAM mendukung pemerintah menjalankan pembangunan dan investasi di Kepri.

Namun, investasi ini mesti memperhatikan kondisi masyarakat tempatan.

“Kami juga mendesak Presiden RI, Kapolri, DPR RI, Gubernur, DPRD Kepri, Kapolda Kepri, DPRD Batam, Wali Kota Batam dan Kepala BP menghentikan segala bentuk kekerasan,” tegasnya.

LAM Kepri pun akan mendesak pemerintah membuat kesepakatan secara tertulis, dengan masyarakat melayu yang ada di Rempang dan Galang, terkait dampak jangka panjang dan jangka pendek proyek strategis nasional.

Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Sahat Sianturi meminta pemerintah memperhatikan nasib warga Rempang dan memastikan ganti rugi yang diberikan sesuai dengan permintaan masyarakat.

Pemerintah juga harus menjamin keberlangsungan hidup dan pendapatan dari masyarakat yang direlokasi.

“Itu harus diperhatikan, mereka jangan direlokasi jauh-jauh. Masyarakat harus didengar juga apakah setuju dengan ganti ruginya. Harus dipikirkan juga pendapatan warga yang direlokasi ke depannya,” pintanya.

Sekretaris Komisi II DPRD Kepri itu juga meminta pemerintah mengevaluasi konsesi PT. Makmur Elok Graha (MEG) di Pulau Rempang.

Sahat menerangkan, investasi itu tidak lazim karena konsesi seluas 17.000 hektar itu hanya dikuasai satu investor dan sarat monopoli.

“23 persen luas wilayah Batam akan dikuasai satu kelompok, apakah lazim, sama dengan lima kali luas Kota Tebing Tinggi,” terangnya.

Politisi PDI-Perjuangan itu menuturkan, lahan belasan ribu hektar itu seharusnya bisa dimanfaatkan oleh investor selain PT. MEG.

“Harusnya dibagi ke berapa investor, masakan dimonopoli satu kelompok,” tuturnya.

Sahat juga tampak heran dengan sikap pemerintah yang tergiur dengan iming-iming investasi ratusan triliun di Pulau Rempang.

Menurutnya, investasi itu tidak lazim, apalagi memerlukan waktu hingga 2080 atau 11 kali Pilpres.

“Seolah-olah kita “dibodohi” Akan investasi sekian ratus triliun sampai 2080, 57 tahun lagi itu, sama dengan 11 kali Pilpres,” ujarnya.

Sahat menambahkan, pemerintah juga harus berterus terang soal manfaat investasi PT. MEG di Pulau Rempang.

“Sekarang kita untuk memohon rumah saja bayar UWTO hanya 30 tahun, sekarang PT ini apa yang pemerintah dapatkan ya pemerintah kasih tahu lah,” tambahnya.

Penulis: Nuel

Print Friendly, PDF & Email

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here