Oleh : Adjie Hardyansyah, S.Sos

Secara historis, pemuda sebagai konstruksi sosial tidak terlepas dari konteks sosio-kultural yang melingkupinya. Dalam tradisi Anglo-Saxon misalnya, Wyn (2016) menjelaskan bahwa pemuda muncul sebagai kategori yang baru dalam masyarakat sebagai respons terhadap perubahan sosial yang dimotori oleh kapitalisme, industrialisasi, dan urbanisasi. Pemuda muncul sebagai sebuah kategori baru.

Sejarah indonesia sudah membuktikan bahwa gerakan pemuda selalu identik dengan pembaruan, mengarah kepada perubahan dan upaya untuk kemajuan. Maka jika milenial hari ini hanya di batasi dengan “umur” oleh orang yang kita anggap lebih tau dan banyak pengalamannya maka akan timbul pertanyaan apakah pemuda hari ini akan meneruskan gerakan politik? Pertanyaan ini akan muncul saat kita masih menilai bahwa figur politik tua yang masih memegang kendali terhadap eksistensi dan popularitas dalam buah kampanye 2019 lalu.

Kondisi seperti ini posisi peran pemuda layaknya dalam catatan sejarah sebagai pembawa perubahan tak kunjung tampil dalam arena politik. Alasan utamanya adalah dukungan finansial yang aturan tersebut tidak tertulis dalam lingkaran politik tapi seolah wajib di miliki untuk terjun dalam dunia politik. Bahkan menurut survei Demos, hanya 49,8 persen anak muda yang mempunyai partisipasi politik yang tinggi. Sementara sisanya, partisipasi politiknya dapat dikatakan cenderung masih rendah. Hal ini tentu pada awalnya para pemuda hanya berkontribusi sebagai masyarakat yang memiliki hak pilih. Tetapi sebenarnya para pemuda di Indonesia memiliki potensi yang lebih dari sekadar pemilih aktif. Pemuda dapat berkontribusi langsung secara aktif dalam dunia perpolitikan.

Bahkan bila di kaji lebih mendalam, pemuda dapat memberikan keuntungan yang lebih bagi partai politik bila input pendidikan politik yang di berikan kepada pemuda di berikan secara intensif. Kaum muda akan dapat menerima kesadaran politik yang tinggi sehingga akan semakin kritis pada porses politik yang terjadi. Awamnya hari ini adalah jika kaum muda dapat “meneruskan gerakan politik” kaum tua maka dia berhak menjadi kader politik, dengan begitu maka pembaruan yang kita harapkan dari kaum muda hanya akan jadi “makanan” bagi kaum tua, tanpa melihat bentuk pengkaderan sejak dini yang juga memberikan dasar keterlibatan politik yang kuat (political strong) di masa depan.

Pemuda Incaran Partai

Sungguh naif manakalah masih ada partai yang mengatakan bahwa partai politik masih sulit untuk melakukan kaderisasi di kalangan kelompok muda. Karena jika saja menyadari perkembangan dan budaya sosial politik hari ini, realitas justru telah menunjukan peluang yang optimis bagi aktifisme politik muda. Harusnya capaian tersebut menjadi capaian yang landscape bagi perkembangan SDM parpol saat ini.

Soekanto dalam wardhani (2008:8) Menyebutkan bahwa tingkat kesadaran paling tinggi di bagi menjadi 4 yaitu pengetahuan, pemahaman, sikap dan pola prilaku. Maka Kesadaran politik tertinggi dapat di lihat pada level sikap dan pola perilaku (tindakan).

Jika kesadaran politik kaum muda hari ini cenderung masih di katakan rendah dengan anggapan bawa parpol hanya sebagai wahana berbahaya, penuh konfilk dan segenap citra negatif lainnya maka kepentingan mendasar parpol hanya meningkatkan peradaban politik itu sendiri, tidak hanya sebatas citra namun juga melakukan transformasi suntantif alih alih menjadi lubang pertengkaran sentimen.

Gerakan politik yang di bangun oleh unsur partai sudah mulai memperlihatkan kehebatannya dalam memainkan dan mengelola suara pemuda, seolah tujuan partai 2023 akan di fokuskan untuk merebut partisipan pemuda ke dalam jaringan elit politik, seolah kondisi idealis pemuda yang mudah sekali dipengaruhi tentang keberpihakan. Entah strategi ini sengaja di angkat untuk menaikan eletabilitas partai atau ingin memperbaiki nama partai, bahkan jika di lihat dari struktur partai bisa kita katakan tidak adanya keterlibatan subtansial yang kongkrit memberikan akses untuk pemuda duduk dalam catatan catatan strategis di partai, mungkin ada tapi hanya sayap partai, kalo pun inti partai maka timbul pertanyaan dia anaknya siapa?

Maka kesadaran akan politik untuk menciptakan habit politik baru harus sesuai dengan harapan masyarakat kepada milenial, pemuda perlu berperan aktif dalam menerapkan nilai-nilai positif sebagai ukuran dalam tindakan politik, bentuk kecil dari pada itu adalah pemuda mampu terjun dalam organisasi mahasiswa dan organisasi pemuda, secara tanpa sadar dapat mendobrak ekslusifitas dan hirarki pengetahuan, bagaimana pun pemuda merupakan legacy dari kaum tua.

Karenanya adalah sebagai generasi yang berpengetahuan, anak muda sesungguhnya tidak pernah meninggalkan diskursus politik, bahkan mampu pada level tertinggi sebagai tindakan.

Print Friendly, PDF & Email

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here