NATUNA,SIJORITODAY.com – Nelayan yang terhimpun dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Natuna akan mengirim surat penolakan kuota tangkap kepada Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI.
Selain di tujukan kepada KKP, surat ini juga di tembuskan kepada Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Ketua DPP HNSI, Gubernur Provinsi Kepri, Ketua DPRD Provinsi Kepri, Bupati Natuna dan Ketua DPRD Natuna.
Surat tersebut sudah dibuat 27 Januari 2022 lalu, berisi penilaian terhadap kebijakan kuota tangkap dan berisi penolakan terhadap kebijakan itu.
“Tembusan baru di layangkan ke Bupati Natuna dan DPRD Natuna. Ke pihak-pihak lainnya segera menyusul di kirim,” kata Korlap Nelayan HNSI Cabang Natuna, Bahrullazi, Sabtu (5/2).
Tertera beberapa poin dari kebijakan KKP di nilai tidak berpihak dan sangat merugikan nelayan lokal. Di antaranya berupa penangkapan ikan terukur melalui lelang kuota tangkapan.
Ini di nilai lebih beripihak kepada industri dan investor ketimbang kepada nelayan kecil. Di tentukan, kuota tangkap untuk industri dan investasi sebesar 80 persen, sedangkan untuk nelayan lokal cuma 20 persen.
Poin kedua, rekomendasi Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (Komans Kasjiksan) pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) (WPPNRI) 711.
Dari kuota umum yang yang di tetapkan sebesar 473.800 ton per tahun. Para nelayan lokal hanya di perbolehkan 20 persen atau 94.760 ton per tahun atau 259,62 ton per hari.
Ini artinya angka diatas di bagi dengan jumlah nelayan tercatat 93.922 yang beroperasi di WPPNRI. Ini artinya, setiap nelayan akan dapat jatah hanya 2, 76 kilo per hari.
Selanjutnya adalah kebijakan lelang kuota tangkap yang di nilai bertolak belakang dengan program ekonomi biru yang menjadi dasar pembuatan kebijakan penangkapan ikan terukur itu sendiri.
Kemudian kebijakan pengoperasian armada perikanan skala industri milik investor di WPPNRI 711 khususnya di Laut Natuna dan Laut Natuna Utara.
Di nilai akan memunculkan konflik pemanfaatan sumberdaya ikan dan konflik ruang perebutan fishing ground yang berdampak terancamnya mata pencarian nelayan Natuna.
Terakhir, mengejar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan retrebusi daerah yang terkandung dalam kebijakan itu di nilai tidak tepat.
Mereka meminta pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan nelayan khususnya nelayan lokal di Natuna.
Kemudian mereka juga meminta dukungan dari berbagai pihak, khususnya lembaga yang di surati.
“Kami tidak akan pernah berhenti berjuang sampai kebijakan ini benar-benar berpihak kepada nelayan kecil,” tutur Bahrul. (brp)
Editor : Desi