TANJUNGPINANG, SIJORITODAY.com – Mulai tahun depan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mulai menerapkan kebijakan penangkapan ikan secara terukur pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) termasuk Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE).
Dalam penerapannya, KKP akan menerapkan tiga zonasi kawasan penangkapan ikan yakni zona komersial, zona nelayan lokal/tradisional, dan zona non komersial atau hobi.
Dari zona-zona itu, KKP juga bakal menetapkan kuota tangkapnya.
Nelayan lokal dengan kapal di bawah 30 GT (Gross Ton) wilayah tangkapnya 0-12 mil dari bibir pantai, di atas 12 mil merupakan wilayah tangkap komersial.
Persentase kuota tangkap nelayan lokal akan diatur oleh Pemda, sedangkan industri akan diatur dengan skema lelang terbuka kepada 4-5 investor per zona tangkap.
Penerapan zona tangkap berdasarkan ukuran kapal ini untuk melindungi keberlangsungan hidup nelayan lokal/tradisional.
Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Sahat Sianturi menyambut baik rencana penerapan zonasi kawasan penangkapan ikan ini.
Selama ini, kata Sahat, potensi ikan yang besar hanya dinikmati oleh nelayan asing yang leluasa mencuri ikan. Kini Kepri diberikan kesempatan untuk mengelola perikanan.
“Sekarang mana yang lebih baik, orang Vietnam atau orang China mencuri ikan atau kita kelola,” katanya, Selasa (30/11/2021).
Politisi PDI Perjuangan ini menuturkan, nelayan di Natuna kerap mengeluhkan kekurangan peralatan penyimpanan berpendingin (freezer) agar ikan tahan lama.
Kekurangan peralatan ini membuat nelayan kerap kali membuang ikan yang harganya murah walaupun populasinya melimpah.
“Informasi di Natuna sana, ada ikan yang dibuang karena sudah lebih mahal cost untuk freezer membawa ke darat dibanding harga jualnya,” ujarnya.
Ia pun mengusulkan agar pemerintah membangun base pengelolaan ikan agar nelayan tidak perlu pulang pergi ke darat untuk menjual ikan.
Base ini harus dilengkapi dengan fasilitas SPBU, untuk memenuhi kebutuhan minyak nelayan.
Selain itu, TNI Angkatan Laut juga perlu membangun pangkalan di sekitar base untuk memastikan keamanan laut dari nelayan asing.
“Base ini juga harus menyediakan sembako, solar, dan uangnya jangan dikasih disitu, dikasih aja kupon yang akan ditukarkan di darat. Di samping Base ini harus ada pangkalan angkatan laut untuk mengawasi keamanan,” ucapnya.
Sahat mengusulkan agar hasil tangkap ikan di tiga zona ini disisihkan 10 persen untuk dikelola Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan untuk mendukung operasional TNI AL.
“Hasil dari tangkapan ikan boleh disisihkan 10 persen untuk keamanan disana lewat Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan,” tambahnya.
Anggota Komisi IV DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin meminta agar Pemprov Kepri gencar mensosialisasikan rencana penerapan zonasi dan kuota ini.
Ia ingin agar Pemprov Kepri memastikan bahwa nelayan tidak akan terpinggirkan saat kebijakan ini di implementasikan.
“Gubernur bersama kami turun ke masyarakat untuk mendengar keluhan masyarakat, apa yang nelayan mau,” pintanya.
Politisi PKS ini juga meminta agar investor memprioritaskan tenaga kerja lokal dan melibatkan BUMD Kepri dalam pengelolaan zona tangkap.
“Yang kami khawatirkan, swasta membawa nelayan dari luar. Harus memberikan peluang ke nelayan lokal dan BUMD Kepri,” tutupnya.
(Nuel)