PEKANBARU,SIJORITODAY.com – Pengadilan Negeri Pekanbaru kembali menggelar sidang lanjutan kasus investasi bodong Salim bersaudara, Senin (7/2/2022).
Sidang dipimpin Hakim Ketua, Dahlan dengan agenda mendengarkan keterangan para terdakwa yakni Agung Salim, Sandi Salim, Elly Salim, dan Kristian Salim.
Sebelum sidang di mulai, salah seorang saksi pelapor menyerahkan dokumen gugatan ganti rugi kepada Majelis Hakim.
“Masukan dari korban ini kami terima dulu,” kata Dahlan, Senin (7/2/2022).
Dalam persidangan, para terdakwa banyak tidak tahu dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang di lontarkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) .
Saat JPU menanyakan kapan pendirian. PT WBN, modal awal, dan jumlah nasabah, salah seorang terdakwa menjawab tidak ingat dan tidak tahu.
Kemudian JPU menyebut ada 2.000 nasabah Picasa Grup, mendengar hal itu,salah seorang terdakwa sontak membantah itu tidak benar.
Atas jawaban terdakwa, Majelis Hakim berang, sebab jumlah nasabah Fikasa Grup di sampaikan saksi terdakwa dalam persidangan sebelumnya.
“Kok anda bantah, itu kan dari keterangan saksi yang meringankan anda yang mengatakan kemarin. Pada saat itu kami tanya ada yang anda bantah dari keterangan saksi, anda diam saja,” tegas Dahlan.
Majelis Hakim juga menanyakan perbedaan saldo di rekening perusahaan. Oleh pegawai BCA, saldo rekening mencapai Rp 5-6 triliun, namun JPU menyebut Rp 11 triliun.
“Dari keterangan pegawai Bank BCA anda anda punya banyak rekening dan diputar putar uang tersebut di Bank BCA,” tanya Dahlan.
Di ketahui, investasi bodong ini di lakukan oleh dua anak perusahaan Fikasa Grup, PT Wahana Bersama Nusantara yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT Tiara Global yang bergerak di bidang properti.
Perusahaan membutuhkan tambahan modal operasional perusahaan. Agung Salim Komisaris PT Wahana menerbitkan surat promissory note (surat sanggup bayar) atas nama Fikasa Grup.
Kemudian Agung menyuruh Maryani menjadi marketing dari PT Wahana dan PT Tiara.
Kepada nasabah, Maryani menjanjikan bunga 9-13 persen, lebih tinggi dari bunga bank yang hanya 5 persen per tahun.
Dengan modus ini, para terdakwa berhasil menghimpun dana miliaran Rupiah. Namun dana itu tidak masuk ke rekening PT. Wahana, tapi rekening perusahaan lain.
Akibatnya, para nasabah hanya mendapatkan suntikan persenan hingga tahun 2019. Sejak itu para nasabah tidak lagi mendapatkan persenan.
Nasabah pun berang, apalagi terdakwa pernah menjanjikan akan mengembalikan modal kepada nasabah. Namun, janji itu tak kunjung terealisasi hingga naik ke persidangan.
(Khairudin)
Editor: Nuel










































