Kuasa hukum PT. Terminal Budidaya Bintan (TBB), Riki Triyanto dan Candra Simatupang. F:Sijoritoday.com/Doc:Riki

BINTAN,SIJORITODAY.com – Kuasa hukum PT. Terminal Budidaya Bintan (TBB), Riki Triyanto membantah jika perusahaan kliennya merusak lingkungan hidup dengan mencemari laut.

Menurutnya, tuduhan tersebut tidak berdasar, apalagi perusahaan itu nantinya akan menggunakan air laut sebagai sumber utama usaha.

Manajemen PT.TBB meminta agar semua pihak yang mencoba melakukan pemerasan dan pencemaran nama baik agar secara terbuka meminta maaf.

“Kami beri waktu paling lama sampai hari Rabu tanggal 17 Mei 2023. Jika tidak, maka kami akan memproses secara hukum,” katanya, Minggu (14/5/2023).

Riki menuturkan, PT.TBB adalah usaha wisata edukasi maritim yang nantinya orang-orang dapat berwisata sekaligus belajar cara budidaya udang, kuda laut, tripang dan kepiting.

Saat ini, perusahaan tersebut masih dalam tahap merapikan kolam yaitu pemasangan terpal kolam dan penataan kolam limbah.

“Perlu diingat, kami sama sekali belum beroperasi. Kami masih tahap konstruksi kolam hingga saat ini,” tuturnya.

Terkait tuduhan-tuduhan tersebut, manajemen perusahaan telah menurunkan tim ke lapangan untuk memeriksa kebenaran limbah mencemari air laut hingga membuat nelayan merugi.

Selama proses pemeriksaan itu, manajemen memilih untuk tidak berkomentar terlebih dahulu karena tim sedang bekerja mengumpulkan bahan dan keterangan serta melakukan verifikasi atas tuduhan tersebut.

“Karena menurut kami, tidak mungkin usaha yang mengedepankan ekologi akan merusak lingkungan, merusak air laut yang menjadi sumber utama kehidupan usahanya. Ini sangat penting kami sampaikan,” ujarnya.

Setelah melakukan penelusuran, manajemen perusahaan mendapati bahwa tuduhan itu tidaklah benar.

Riki menerangkan, manajemen telah mengantongi bukti-bukti yang cukup untuk dibawa ke muka hukum untuk diproses sesuai aturan yang berlaku.

“Ternyata seorang mantan karyawan PT.TBB yang baru diberhentikan sengaja dipengaruhi dan diiming-imingi sejumlah uang jika dapat ganti rugi dari PT.TBB,” terangnya.

Selain itu, manajemen mendapati bahwa surat pengaduan warga ke pemerintah bertanda tangan palsu berupa scan bukan asli, ada anggota kelompok yang mengaku sebagai ketua kelompok, klaim nilai kerugian yang besar, padahal kelompok tersebut kesulitan menjelaskan dasar penghitungan nilai kerugian tersebut.

Kemudian, surat pengaduan yang disampaikan bukan untuk menuntut PT.TBB tapi untuk meminta pemerintah mengatasi adanya wabah penyakit ikan. Namun oleh sebagian orang disalahgunakan dengan tandatangan scan untuk menuntut PT.TBB.

Riki mengaku menyanyangkan sikap pemerintah yang terkesan reaktif menindaklanjuti pengaduan tersebut tanpa melakukan verifikasi terhadap legal standing pelapor, bahkan langsung turun ke lapangan.

“Kami tidak memahami apa motivasi pemerintah tersebut dan apakah kami menjadi target operasi pemerintah? Padahal perizinan klien kami sudah kami konsultasikan sampai ke Menteri Investasi/BKPM dan hasil sosialisasi di PSDKP, ditegaskan perusahaan klien kami sudah dapat beroperasi,” jelasnya.

Ia pun kembali mengingatkan agar pihak-pihak yang merasa telah melakukan tindak pidana pelaporan palsu dengan menciptakan keadaan tidak sebenarnya, tandatangan palsu, pemerasan dan pencemaran nama baik perusahaan untuk segera meminta maaf.

Riki menegaskan, kasus tersebut tidak akan berhenti hanya pada pelaporan tindak pidana.

“Kami akan terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari dalang atau aktor intelektual di belakang kejadian ini. Kami sudah mendapat informasinya. Tinggal bukti sedang kami kumpulkan. Tidak tertutup kemungkinan ada oknum yang ikut bermain,” bebernya.

“Investasi wajib kita jaga karena pekerja-pekerjanya juga anak daerah. Warga Pengujan sendiri. Jika nasib investor tidak dipikirkan oleh para pejabat tolong pikirkan juga nasib para pekerja,” sambungnya.

Riki juga memuji Kepala DPMPTSP Bintan, Kementerian Kelautan dan Perikanan pusat maupun wilayah Kepri, Camat Teluk Bintan dan Kepala Desa Pengujan yang benar-benar peduli akan investasi.

Ketika isu merebak, para pejabat ini langsung turun ke lapangan dan melakukan verifikasi perizinan dan memberikan saran-saran yang baik buat PT.TBB.

“Yang kami apresiasi adalah seorang Kepala Desa saja langsung turun menanyakan jika ada perizinan yang tidak lengkap apa yang bisa desa bantu untuk menyelesaikannya,”.

“Meskipun tidak ada yang bisa beliau perbuat, tapi kami sudah merasa diperhatikan. Berbeda dengan pejabat instansi lain yang hanya mencari-cari kesalahan. Bukan solusi yang ditawarkan,” tambahnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa ribuan ikan kakap putih dan Kerapu di keramba milik pembudidaya ikan Desa Pengujan mati massal secara mendadak.

Ketua kelompok Nelayan Budidaya Ikan Desa Pengujan Bintan Kamarudin menuturkan, ikan yang mati mengalami penyakit mulut merah, badan luka, sirip dan ekor putus. Ada juga yang menghitam dan sirip lepas usai mengalami kematian.

Mengenai penyebab kematian, kelompok nelayan menduga akibat adanya pencemaran lingkungan dari proyek pembangunan tambak udang milik PT. TBB.

Hal itu diduga Nelayan akibat adanya pengorekan yang dilakukan perusahaan dalam membuat Tambak, hingga lumpur anyau pengorekan tambak yang dilakukan PT. TBB di Sungai Katang mengalir ke perairan Selat Bintan II.

“Ini dugaan kami, kita pun tidak bisa sembarangan menuduh. Dari hasil Lab juga menyatakan ikan yang mati positif disebabkan parasit, sementara parasit berasal dari lumpur,” tuturnya.

Pelaku usaha budidaya ikan lainnya, Hoeslab menambahkan, matinya ikan mengakibatkan 17 kelompok nelayan mengalami kerugian hingga Rp2 Miliar.

“Ikan Kerapu dan Kakap putih mati secara massal tersebut terjadi setiap hari di kolam dan keramba sejak Januari hingga saat ini,” tambahnya.

Penulis: Red
Editor: Nuel

Print Friendly, PDF & Email

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here