Jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, Immanuel Patar Mangaraja Aruan masih duduk cemas di kamar kos yang ia tempati.
Sembari menatap layar HP, ia menunggu kabar dari temannya Misbach yang memintanya berangkat bareng ke UKW PWI Kepri di Kota Batam.
Ia sedikit cemas akan Misbach yang tidak kunjung memberi kabar, karena perjalanan ke Tanjung Uban membutuhkan waktu kurang lebih satu jam perjalanan.
Nuel khawatir, jika pergi di waktu yang mepet, terjadi hal yang tidak diinginkan sehingga ketinggalan kapal dan tidak bisa mengikuti UKW.
Lama ia menatap layar HP-nya. Setelah 2 jam lebih, pesan yang ia tunggu akhirnya nongol di notifikasinya, ternyata Misbach menyuruhnya pergi duluan.
Dengan sedikit kesal, Nuel pun mengambil perlengkapannya dan langsung tancap gas menuju Tanjung Uban.
Di perjalanan, tak lupa ia mengisi penuh tangki motor Beat kesayangannya hingga penuh.
“Duh, gerimis lagi,” gerutunya usai mengisi Pertalite di SPBU Batu 16 Bintan.
Kendati gerimis, ia kembali menghidupkan motornya dan dengan mantap menarik gas menuju Tanjung Uban.
Dalam benaknya, tak apa basah sedikit yang penting tepat waktu tiba di Tanjung Uban dan Kota Batam.
Diketahui, pada pukul 07.30 Wib besok harinya, para peserta UKW sudah wajib registrasi di Hotel Harmoni One Batam.
Dengan kecepatan 80 km per jam, akhirnya ia tiba di Pelabuhan Tanjung Uban dan langsung menyeberang ke Pelabuhan Punggur Kota Batam.
Dari sana, ia menempuh perjalanan yang cukup lama untuk tiba di penginapan di AP Premier Hotel pada pukul 21.00 Wib. “Akhirnya sampai juga,” ujarnya.
Bukannya langsung istirahat, ia memilih untuk mempelajari kembali catatan yang telah disiapkannya dari kosan.
Kata demi kata, kalimat demi kalimat ia pelajari kembali, berharap yang ia pelajari menjadi soal uji kompetensi besoknya.
Tak sadar, ia pun terlelap dengan posisi catatan yang masih terbuka dan laptop yang masih menyala.
Keesokannya, ia buru-buru melaju ke Hotel Harmoni One. Setelah registrasi, ia mengikuti UKW dengan serius dan deg-degan.
Ia buka lembaran soal uji dan berharap yang soal yang keluar materi yang telah ia pelajari. “Puji Tuhan, 80 persen mirip,” ucapnya.
Setelah mengisi berbagai soal dengan serius, penguji Ramon Damora memanggilnya, ternyata jawabannya banyak yang salah.
“Lain ditanya, lain pula yang dijawabnya,” ujar Ramon.
Ramon pun memberinya waktu untuk melakukan perbaikan selama 20 menit. Namun, hanya 10 menit ia telah menyelesaikan perbaikan itu.
Berlanjut di hari kedua, nasib apes hampir mendekatinya. Nuel terancam gagal karena ada salah satu peserta yang rubriknya sama dengan miliknya.
Ia pun kembali dipanggil Ramon yang dengan nada marah berkata “Ini tidak bisa ditolerir, ini kesalahan fatal, plagiasi,” tegasnya.
Namun setelah memberikan penjelasan dan semuanya tak ada unsur kesengajaan, akhirnya penguji Ramon kembali memberikan kesempatan kedua.
Bagi wartawan, UKW ini cukup sentral karena akan mempengaruhi karir kedepannya. Untuk menjadi Pemimpin Redaksi dan Redaktur, harus punya kompetensi Utama dan Madya.
Untuk bisa dinyatakan lulus, semua materi harus dapat diikuti dengan nilai minimal 70. Satu materi gagal, berarti gagal UKW alias tidak kompeten.
Akhir hari kedua, Nuel pun melihat kolom penilaian, ia bahagia karena ternyata lolos UKW dan kompeten.
Di acara penutupan, ia mendatangi Ramon dan memeluknya sembari mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih bang, tunjuk ajarnya luar biasa,” ucapnya.
Membalas ucapan itu, Ramon meminta Nuel untuk terus mempelajari kode etik jurnalistik, Undang-undang Pers, dan PPRA.
“Pelajari lagi ya wel, jangan lelah untuk belajar,” ujarnya. (*)