KARIMUN,SIJORITODAY.com – Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Wahyu Wahyudin meminta pemerintah pusat dan daerah fokus mendukung peningkatan produksi budidaya lobster.
Wahyu mengatakan, Kepri yang 96 persen wilayahnya berupa kelautan sangat potensial untuk dijadikan percontohan budidaya lobster di Indonesia.
Selain itu, Kepri juga berada di perbatasan negara, sehingga memudahkan proses ekspor lobster.
“Kita Kepri ini sangat potensial untuk menjadi pilot project. Saya berharap, ada anggaran khusus untuk pelatihan hingga pendampingan budidaya lobster ini,” katanya melalui saluran seluler, Minggu (27/10/2024).
Wahyu menjelaskan, kegiatan budidaya lobster ini harus melibatkan nelayan lokal. Ini sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Dalam praktiknya, pemerintah bisa menggaet investor swasta ataupun perusahaan plat merah, namun tetap menggaet nelayan lokal.
“Nelayan lokal harus diberdayakan, harus ada transfer pengetahuan ke nelayan. Nanti mereka bisa budidaya sendiri sehingga sejahtera,” jelasnya.
Mantan Ketua Komisi II DPRD Kepri itu menambahkan, selain mensejahterakan nelayan, kegiatan budidaya lobster ini juga akan menambah pendapatan negara.
“PNBP pastinya akan meningkat, jadi tidak ada ruginya jika segera dilaksanakan,” tambahnya.
Sebelumnya pada 11 Oktober 2024, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono meresmikan modeling budidaya lobster di Batam.
Modelling ini mengisyaratkan keseriusan Menteri Trenggono untuk menjadikan lobster sebagai salah satu komoditas penting perikanan Indonesia.
“Sektor kelautan dan perikanan kita memiliki potensi yang sangat besar, khususnya dalam komoditas lobster. Oleh karena itu, penting untuk terus mengembangkan tata kelola budi daya lobster yang komprehensif, mulai dari pengelolaan Benih Bening Lobster (BBL) hingga produksi lobster ukuran konsumsi, dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam,” katanya melansir situs resmi KKP.
Trenggono menuturkan, pembangunan modeling ini merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memperkuat peran Indonesia dalam pengelolaan lobster. Beberapa hal yang selama ini menjadi kelemahan dalam pembudidayaan lobster akan diperbaiki dalam melalui modeling ini.
“Saya telah pelajari, Negara penghasil lobster, seperti Vietnam sudah terbentuk ekosistem industri. Kelemahannya hanya masalah bibit lobster, dan mayoritas sumber bibitnya berasal dari Indonesia. Tidak kurang dari 500 juta bibit setiap tahun yang melayang, Triliunan rupiah harta bangsa ini melayang ke negara lain, tanpa kita mendapatkan satu perak pun,” tuturnya.
Menteri Trenggono juga menjelaskan bahwa pembangunan modeling ini merupakan tindak lanjut implementasi terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.).
“Harapannya metode maupun teknologi budidaya modeling inilah yang selanjutnya dapat diduplikasi ke berbagai daerah di Indonesia. Saya optimistis akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja serta Indonesia bisa menjadi produsen utama di dunia dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi BBL di dalam negeri. Pada akhirnya untuk pertumbuhan ekonomi wilayah, serta untuk peningkatan Pajak dan PNBP,” terang Trenggono.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu menjelaskan pemilihan lokasi modeling budidaya lobster di Batam tersebut bukan sebuah kebetulan.
Tebe menyebut Batam merupakan daerah sumber pakan yang sangat mendukung untuk budi daya lobster. Hal ini disebutnya sebagai kunci kesuksesan dari suatu proses budi daya.
“Batam dipilih sebagai lokasi model percontohan budi daya lobster, lantaran Kepulauan Riau dianggap mempunyai kesiapan dari sisi pakan lobster,”jelas Dirjen Tebe.
Pembangunan Modeling Budi Daya Lobster di Batam, Lanjut Tebe juga dilaksanakan dalam rangka pembangunan kawasan percontohan budidaya lobster yang terintegrasi antara hulu (nursery), on-farm (KJA/kerangkeng pembesaran, kawasan budidaya kekerangan untuk pakan) dan hilir (gudang beku, dan unit pengolah lobster).
“Harapannya dengan dibangunnya kawasan percontohan budidaya lobster adalah untuk peningkatan produktivitas, diseminasi teknologi budidaya lobster, peningkatan jumlah ekspor lobster, peningkatan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan pembudidaya, serta untuk pertumbuhan ekonomi wilayah dan juga untuk peningkatan Pajak dan PNBP,” tutur Tebe.
Tebe menambahkan, KKP juga sedang mengembangkan budidaya kerang coklat yang cocok menjadi pakan lobster.
Beberapa dukungan mitra dan stakeholder terkait dalam pembangunan modeling Budidaya Lobster di BPBL Batam diantaranya dalam hal penyediaan benih lobster adalah dengan pelaku usaha budidaya lobster, pakan kekerangan dengan para pembudidaya kekerangan, teknologi perikanan budidaya dan pengembangan pakan dengan akademisi (IPB dan UNPAD). Kedepan akan menggandeng UNAIR, ITB, ITS serta perguruan tinggi lainnya terkait teknologi.
“Peran Pemeritah Daerah juga sangat diperlukan untuk mendukung program Pemerintah dalam hal pengembangan budi daya lobster, baik dari pengelolaan benih maupun pembesaran lobster,” ucap Tebe.
Kebijakan pembangunan modeling ini mendapatkan dukungan dari berbagi pihak. Konsultan budidaya lobster, Effendy Wong, mengatakan, kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait pengelolaan lobster dilakukan secara berkelanjutan sudah benar.
Dengan melihat potensi besar yang dimiliki Indonesia, sebanyak 100 persen benih bening lobster (BBL) yang digunakan oleh negara produksi lobster adalah dari Indonesia.
“Ada sekitar 600 juta benih lobster yang diekspor ke Vietnam. Padahal itulah yang bisa jadikan Indonesia sebagai potensi besar untuk membangun budidaya lobster di dalam negeri,” ungkapnya.
Effendy Wong optimistis Indonesia juga memiliki potensi yang sama untuk menghasilkan pakan kebutuhan budidaya lobster.
Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, nanti Indonesia bakal sukses melakukan budidaya lobster,”tandas Effendy Wong.
Sebagai informasi, merujuk dari Satu Data KKP, volume produksi budi daya lobster Indonesia pada tahun 2023 mencapai 433 ton dengan nilai sebesar Rp 179 miliar.
Potensi pasar seafood dunia, termasuk krustasea seperti lobster, diproyeksikan akan mencapai USD 53,86 miliar pada tahun 2030. Namun, share ekspor lobster Indonesia di pasar global saat ini masih relatif kecil, yakni hanya 0,49 persen, dengan Indonesia berada di peringkat 23 eksportir dunia.
Negara tujuan ekspor utama lobster Indonesia saat ini adalah China (47 persen), Taiwan (24 persen), dan Australia (13 persen).
Penulis: Sunar
Editor: Nuel