PEKANBARU,SIJORITODAY.com – Kuasa hukum Mesrahayati Syukur korban dugaan penipuan penjualan rumah, Freddy Simanjuntak mengaku kecewa dengan keputusan penyidik Polsek Payung Sekaki yang menghentikan penyidikan kasus yang dilaporkan kliennya.
Ia menegaskan akan menempuh langkah hukum lanjutan, termasuk mengajukan praperadilan dan melaporkan kasus ini kepada Presiden RI, Kapolri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Kapolda Riau agar penanganan perkara diambil alih oleh Polda Riau.
“Ini bukan hanya tentang klien saya, tapi tentang keadilan dan profesionalisme aparat penegak hukum,” tegasnya, Jum’at (20/6/2025).
Pihaknya berharap proses hukum berjalan secara adil dan transparan, serta menjadi pembelajaran penting agar setiap penyidik lebih berhati-hati dan profesional dalam menangani perkara serupa ke depan.
Freddy membeberkan, kliennya menjadi korban penipuan dalam proses jual beli rumah milik seorang wanita berinisial SY, yang terletak di Jalan Meranti No. 73, Kelurahan Labuhbaru Timur, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru.
Mesrahayati yang berperan sebagai perantara penjualan mengaku tidak menerima imbalan yang telah dijanjikan oleh pemilik rumah.
Peristiwa ini bermula pada 8 Juni 2024, ketika Mesrahayati menerima informasi bahwa rumah milik SY akan dijual dengan harga Rp 500 juta.
Keesokan harinya, SY datang ke rumah Mesrahayati dan menyerahkan surat tanah sembari menyampaikan kesepakatan, apabila rumah terjual seharga Rp 500 juta, Mesrahayati akan menerima Rp 10 juta.
Jika berhasil menjual di atas harga tersebut, kelebihan harga sepenuhnya menjadi hak Mesrahayati sebagai imbalan jasa.
Pada hari yang sama, Mesrahayati membawa seorang pembeli berinisial GM untuk melihat rumah tersebut.
Proses negosiasi berlanjut dengan pembayaran uang muka sebesar Rp 50 juta yang diterima oleh saudara SY, yaitu ZF.
Selanjutnya, pembayaran dilakukan secara bertahap hingga lunas pada 15 Januari 2025 dengan total nilai mencapai Rp 550 juta.
Namun, setelah proses pelunasan selesai, Mesrahayati mengaku tidak menerima hak imbalan sebagaimana yang telah dijanjikan. Bahkan, SY hanya bersedia memberikan Rp 25 juta melalui surat pernyataan yang dibuat dengan tekanan.
Pada akhirnya, pihak SY hanya bersedia menyerahkan 2,5 persen dari harga jual, yang ditolak oleh Mesrahayati karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
“Unsur tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP telah terpenuhi dalam kasus ini,” ujarnya.
Ia menilai SY telah memberikan janji-janji manis dan harapan palsu untuk mendapatkan keuntungan pribadi, sehingga menimbulkan kerugian bagi kliennya.
Ironisnya, proses penyelidikan oleh Polsek Payung Sekaki justru dihentikan. Dalam surat resmi bernomor B/73.a/VI/Res.1.11/2025/Reskrim tertanggal 10 Juni 2025, pihak kepolisian menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.
Hal ini memicu kekecewaan pihak korban yang menilai penanganan kasus terkesan tidak profesional dan terkesan terburu-buru.
“Gelar perkara dilakukan pagi hari tanpa pemberitahuan yang layak. Kami baru diberi tahu pukul 08.00 WIB dan saat tiba di Polresta, penyidik menyatakan gelar sudah selesai. Kami sangat kecewa,” ungkap Mesrahayati sambil menahan tangis di kantor kuasa hukumnya.
Penulis: Superleni
Editor: Nuel