WAKATOBI,SIJORITODAY.com – Provinsi Kepulauan Riau terpilih menjadi tuan rumah Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2023 mendatang.
GTRA Summit merupakan forum untuk membahas berbagai permasalahan sengketa tanah dan peningkatan sinergitas antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Gubernur Kepri, Ansar Ahmad pun mengundang seluruh pemerintah daerah Kepulauan dan pesisir seluruh Indonesia untuk hadir di GTRA 2023.
“Kalau kita semua ini gila kerja, saya kira semua selesai, mudah-mudahan kerja mulia ini membuahkan hasil, jadi amal jariyah,” katanya, Jum’at (10/5/2022).
Diketahui, Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir beranggotakan 333 Kabupaten/Kota serta 9 Provinsi.
GTRA 2023 akan membahas progres tindak lanjut GTRA Summit dengan komitmen bersama melanjutkan Reforma Agraria sesuai dengan Deklarasi Wakatobi
Dalam GTRA 2022 di Wakatobi, Ansar mendapatkan kesempatan membacakan deklarasi mewakili pemerintah daerah dan menyatakan komitmen menjalankan rencana aksi GTRA.
Ansar menjelaskan, baginya bicara persoalan masyarakat pesisir dan perairan merupakan hal penting, karena Kepri memang Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau terbesar.
“Ada 2408 pulau di Kepri dengan 379 pulaunya berpenghuni, jadi kalau kita bicara proporsi jumlah masyarakat pesisir dan di atas air saya kira tidak lebih dari 1 persen dari jumlah penduduk Indonesia,” tuturnya.
Menurut Ansar, hasil nyata GTRA Summit 2022 ini akan dapat terukur jika deklarasi Wakatobi dapat diimplementasikan, maka untuk mengevaluasi dan mengasistensi secara rutin akan ada evaluasi tahunan.
Adapun isi Deklarasi Wakatobi GTRA Summit 2022 dari Pemerintah Daerah yaitu Badan Kerja sama Pemerintah Provinsi Kepulauan dan Asosiasi Kepala Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan Provinsi dan Kabupaten/Kota Bebas Tumpang Tindih 2025.
Mempercepat penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dan mencegah potensi tumpang tindih pemanfaatan ruang di kemudian hari, mendorong percepatan penetapan Peraturan Daerah untuk Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat termasuk pemetaan wilayah adat dan pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah secara pro-aktif mengakomodir kebutuhan perizinan guna pendaftaran tanah masyarakat di atas air dan pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau kecil dengan tetap memperhatikan lingkungan dan investasi serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah juga akan mempercepat sertifikasi lahan masyarakat pesisir dan berperan aktif mencegah perubahan iklim melalui pengelolaan kawasan mangrove di wilayah pesisir dan pulau kecil.
Sedangkan Pemerintah Pusat berkomitmen untuk mengalokasikan anggaran yang memadai sampai tingkat Pemerintah Desa untuk melaksanakan Reforma Agraria.
Pemerintah Pusat mempercepat pelaksanaan Kebijakan Satu Peta/One Map Policy dengan baik, menyusun Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI) dan menyelesaikan tumpang tindih untuk mendukung terwujudnya Provinsi dan Kabupaten/Kota Bebas Tumpang Tindih 2025.
Kemudian pusat akan menyusun proses bisnis lintas Kementerian/Lembaga dan/atau Pemerintah Daerah dalam perencanaan tata ruang, penerbitan izin usaha, pendaftaran tanah, dan penetapan kawasan hutan guna mencegah munculnya potensi tumpang tindih untuk keberhasilan program Reforma Agraria.
Pemerintah Pusat juga mendorong percepatan pelepasan kawasan hutan bagi kampung-kampung tua masyarakat adat, lokal dan tradisional yang akan dilanjutkan dengan proses percepatan legalisasi aset melalui sertipikasi tanah dengan tetap memperhatikan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih jauh ada komitmen untuk mengakomodir percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, lokal dan tradisional, melalui integrasi data terkait antar Kementerian/Lembaga dan kemudahan pelepasan kawasan hutan, pemberian perizinan dan/atau penetapan hak atas tanah sesuai kebutuhan masyarakat adat, lokal dan tradisional.
Pemerintah Pusat berupaya mencegah perubahan iklim dengan melaksanakan pengelolaan kawasan mangrove yang efektif dan terpadu dengan mengakomodir kepentingan masyarakat yang hidup berdampingan.
Pusat juga memastikan keterlibatan dan kepentingan perempuan, dan menjaga kedaulatan wilayah yuridiksi Indonesia dengan mempercepat dilaksanakannya tindakan administratif bagi 25 pulau kecil terluar yang berada dalam kawasan hutan.
Terakhir Deklarasi Bersama yang dibacakan berisi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendeklarasikan GTRA Summit 2022 sebagai momen kolaborasi lintas sektor untuk selesaikan masalah pertanahan di wilayah Indonesia.
Deklarasi Bersama juga diwarnai kesepakatan untuk melaksanakan Rencana Aksi hasil GTRA Summit 2022 sampai dengan tahun 2023. (*)
Editor: Nuel