Ibu Rasmini saat memaksa ingin memilih di TPS 006 Toapaya Asri sehingga menimbulkan keributan saat simulasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS 006 Toapaya Asri, Pasar Tani Toapaya, Senin (29/1). Foto oleh Sijoritoday.com/oxy

BINTAN,SIJORITODAY.com – – Ibu Rasmini, warga Toapaya Asri yang tidak terdaftar di dalam DPT TPS 006 memaksa untuk bisa memilih dengan menunjukkan e-KTP.

Namun, saat dibagian pendaftaran Bu Rasmini tak diizinkan untuk memilih. Bahkan, ibu tersebut meminta kepada KPPS yang bertugas untuk menunjukkan aturan yang melarang warga negara tidak bisa mencoblos.

Namun sayangnya, bukannya mendapatkan penjelasan dari petugas KPPS, ibu tersebut hanya diamankan oleh petugas keamanan TPS (Linmas).

Keributan tersebut sengaja dibuat dalam simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang digelar KPU Bintan di TPS 006 Toapaya Asri di Pasar Tani, Toapaya, Senin (29/1) pagi.

Ibu Rasmini menilai, KPPS yang bertugas kurang tegas dalam menjalankan amanah undang-undang pemilu. Seharusnya kata dia, bila pemilih tidak bisa mencoblos seharusnya KPPS meminta kepada petugas keamanan TPS baik Linmas maupun TNI-Polri untuk mengeluarkan pemilih yang tak punya hak suara keluar TPS.

“Seharusnya bisa lebih tegas, kalau tidak bisa memilih suruh keluar saja (dari dalam TPS),” ungkap Ibu Rasmini.

Sepengelamanan dirinya bertugas di KPPS, Ibu Rasmini berupaya mencegah terjadinya PSU (Pemungutan Suara Ulang) yang disebabkan adanya warga yang tak memiliki hak pilih namun ikut memilih di TPS.

“Ini (simulasi) untuk menguji kesiapan baik mental KPPS dalam menghadapi situasi tertentu. Kalau KPPS bisa diintimidasi bisa berpotensi PSU nanti,” katanya.

Sementara itu, Divisi Penyelenggaraan Teknis KPU Bintan, Syamsul mengakui masih ada kelemahan jajaran di TPS dalam melaksanakan tugas di 14 Februari 2024 nanti.

Salah satunya, ketegasan KPPS dalam mengambil keputusan. Meskipun semua sudah diatur dalam peraturan, KPPS harus siapa menghadapi segala kondisi yang akan terjadi.

“Dengan simulasi ini kita bisa melakukan evaluasi jajaran kita untuk kita perkuat lagi agar saat hari H nanti bisa lebih siap,” kata Syamsul.

Ia menjelaskan, kejadian dalam simulasi tersebut Ibu Rasmini memang tidak bisa memilih. Hal ini merujuk pada UU 7 tahun 2017 tentang pemilu.

“KTP dari luar jelas tidak bisa memilih. Yang bisa itu terdaftar dalam DPT, DPTb dan DPK. Kalau ibu tadi kan simulasi tidak masuk ketiga kriteria itu,” terangnya. (oxy)

Print Friendly, PDF & Email

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here